Gotong Royong

859

Kata ini punya daya dorong. Beda dengan partisipatif, social capital, togetherly, jamaah, cooporate dan lainnya. Gotong Royong ada di sanubari bangsa kita. Sama halnya saat orang-orang tidak familiar dengan kata ‘korupsi’. Jadi pemberantasan korupsi itu masih absurd di sanubari bangsa Indonesia. Karena bangsa kita lebih mengenal kata garong, maling atau begal. Jadi kalau diubah Komisi Pemberantasan Maling pasti lebih heroik. O… tokoh itu maling to, jadi ada perlawanan kebudayaan.

Balik ke gotong royong, saat energi bangsa ini habis dipecah belah dengan istilah-istilah aneh. Kita melupakan tradisi dan substansinya sekaligus. Gotong Royong yang hilang-pun dianggap oleh pemimpin kita hal biasa. Padahal kita akan payah tanpa Gotong Royong. Saat modernitas menciptakan keretakan dan tergerusnya interaksi manusia, orang semakin memahami bahwa teknologi tidak memiliki perasaan.

Gotong Royong muncul karena rasa dan peka. Ilmuan-ilmuan sudah banyak berpendapat, masa depan kehidupan yang lebih baik akan ada di desa. Alam yang masih memberikan energi untuk saling tumbuh. Air dan tanah yang masih terjaga kualitasnya adalah hidup itu sendiri. Sedangkan kota makin terseok-seok, makin kacau, makin tidak layak untuk manusia tinggal.

Kebijakan pemerintah, aturan hukum, dampak teknologi, kemacetan, limbah, dan konflik revolusi industri hanya menambah panjang kerakusan atau system kapitalisme yang timpang. Gotong Royong kemana? Sama dengan pertanyaan Sudjiwo Tejo, Pancasila ada nggak? Jangan-jangan yang tersisa hanya jargonnya, perilaku pancasilanya sulit ditemukan.

Bukankah jika diperas, Bung Karno memang menyebut, Pancasila itu adalah Gotong Royong? Lalu system apalagi yang mau diadopsi jika founding father kita sudah secerdas itu. Kita tinggal mempelajari lagi, membuka narasi lokal itu dan mengembangkan lagi sedemikian rupa. Pembangunan tanpa gotong royong sudah terbukti menciptakan maling-maling di tempat ibadah, di pemerintah, di lembaga pendidikan dan bahkan maling hak-hak orang kecil.

Gotong Royong tak ada di kurikulum. Dia dihempaskan begitu saja, meskipun masih ada di sanubari bangsa ini. Profesor, birokrat, agamawan, sampai Camat lupa apa itu Gotong Royong. Mungkin ketua RW dan RT yang mengerti Gotong Royong tapi tak mampu mendalami makna secara filosofis. Gotong Royong itu sikap setara, rendah hati, kebersamaan dan melakukan hal-hal baik berkelanjutan.

Ada banyak yang harus dikembalikan lagi melalui gotong royong. Ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Gotong Royong adalah budaya kita semua untuk tidak saling merendahkan, kita harus saling memuliakan. Kampung-kampung kreatif, kampung budaya, kampung mandiri, dan kampung lainnya itu dirindukan banyak orang, bukan karena mengejar modernitas tapi mereka sedang merindukan lokalitas.

Dharma Setyawan
Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi.