Ilustrator dan Ekonomi Syariah

1285

Ilustrator dan Ekonomi Syariah

“Oh pak aku pamit sekalian, ga bisa ikut kegiatan2 selama sebulan. Dapet pelatihan animasi di Jakarta pak, besok sore berangkat, mohon dukungannya”  Nadzif Fajar

Pesan whatsapp di atas membuat saya tambah bahagia dari mahasiswa akhir cum kreatif. Sejak menjadi kaprodi Ekonomi Syariah IAIN Metro, saya mencoba menggali hal-hal baru apa saja yang membuat mahasiswa lebih realis dan memiliki keluasan perspektif. Keilmuan ekonomi syariah yang pernah dipertanyakan mas Dandhy Dwi Laksono misalnya, saya coba jawab dengan semampu dan sekuatnya.

Ekonomi Syariah tidak boleh terjebak pada label, maka substansi keadilan ekonomi dan menjaga lingkungan hidup harus jadi prioritas utama. Ekonomi Syariah di Indonesia selalu terjebak pada aspek perbankan syariah. Apalagi investasi saham syariah ternyata memberi label halal pada perusahaan batu bara yang jelas merusak lingkungan, hal yang sama terjadi pada perusahaan tambang lainnya. Lalu bagaimana ekonomi syariah akan tumbuh dan pada bidang apa ekonomi syariah akan difokuskan?

Segala sesuatu yang dilakukan untuk mengembalikan lagi ruang hidup yang baik, energi terbarukan, perdagangan bersumber pada produksi rakyat, revitalisasi pasar-pasar tradisional, keadilan distributif, menolak penguasaan segelintir orang, membangun pertanian organik, membangun industri kreatif berbasis komunitas itu adalah sebagian fokus ekonomi syariah yang mungkin menjadi role model Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Industri kreatif seperti Ilustrasi Digital yang ditekuni Nadzif misalnya dapat menjangkau banyak hal. Menciptakan tokoh dalam sebuah komik ternyata dapat berkembang pada banyak aspek, animasi, merchendise, kriya, musik, video, fashion dan lainnya. Saya heran dengan pemuda ini, sebagai seorang yang menekuni ilustrasi, dia juga sadar harus meriset cerita yang akan dia bangun.

Saat dia mengirim kartun Widji Thukul karya anak Jogja misalnya, saya tanya balik, kamu tahu nggak soal Munir? Belum Pak, nanti tak coba baca-baca tentang tokoh ini. Tidak banyak ilustrator yang langsung sadar pentingnya meriset subjek yang dia ingin buat. Jika ekonomi syariah misalnya menghendaki pada aspek tokoh-tokoh muslim masuk pada insdustri kreatif tentu ini peluang banyak pada berbagai sub-sektor. Tapi bagi saya pribadi, tidak mau terjebak pada persoalan labeling saja. Para pejuang kebaikan, yang dimunculkan dalam industri kreatif itu tentu lebih realis dari pada pendahulu Superman, Batman, Doraemon dan lainnya.

Tapi lagi-lagi ini juga menjawab tantangan pasar. Upin-ipin dibranding secara baik, nakal, kreatif, tengil dan layaknya anak-anak malaysia bermain dan belajar. Penokohan yang kuat menyedot perhatian. Pay dan Ungi punya tantangan sebagaimana upin dan ipin. Maskot Payungi ini kelak akan berbicara pentingnya mengajak belanja di pasar tradisional, mereka anak kecil yang riang gembira hidup di tengah gotong royong warga menghidupkan pasar, bicara energi alternatif panel surya misalnya, kampanye #dietkantongplastik dimana Indonesia negara penyumbang sampah terbesar no 2 di dunia, melestarikan dan mengenalkan kembali permainan tradisional, mengenalkan jajanan lokal, tarian, dan lain sebagainya.

Ekonomi Syariah di PTKIN dalam aksinya masih sederhana bicara Perbankan Syariah, BPRS dan BMT. Jika pun membahas di luar itu, belum benar ditekuni. Halal industri, manajemen haji dan umroh yang sebenarnya bisa masuk ke pariwisata belum muncul ruang diskusi di forum AFEBIS PTKIN. Aspek industri kreatif ini harus dimunculkan, tidak masalah kalau masih harus mengalah bicara hal yang dianggap syar’i. Tapi substansinya kita harus membela ekonomi kerakyatan, kita membela dan berkampanye soal energi alternatif, kita bicara soal keadilan distributif. Ekonomi Syariah harus bersenyawa terhadap industri kreatif dan memberi banyak pilihan kepada stakeholder. Bahwa alumni Ekonomi Syariah bukan hanya bicara Riba tapi juga keberpihakan ekonomi dan juga bergiat dalam transformasi ekonomi digital.

#BanggaESy

Dharma Setyawan
Kaprodi Ekonomi Syariah IAIN Metro
Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi.