Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

2466

Apa substansi dari KKL. Sebagai kajur saya bicara output capaian luaran borang standar ke 9. Mereka yang sudah membaca standar mutu akan memahami bahwa yang tersulit dari point ke 9 ini adalah capaian luaran dari kegiatan tri dharma mahasiswa. Ini hal terpenting, dan masih terus disosialisaikan oleh para pimpinan terutama di lembaga penjaminan mutu PT.

Karya tulis jurnal yang ter-index, karya seni, teknologi terapan, kampung pengabdian dan juga prestasi di tingkat lokal, nasional dan internasional. Tidak hanya itu Hak kekayaan intelektual (HAKI), buku ber-ISBN dan keterlibatan dalam forum-forum ilmiah.

Rasanya sulit kalau iklim umumnya PT hari ini masih dipertahankan. Budaya belajar kita masih mengandalkan ruang kelas saja. Learning by doing dan belajar di luar kelas memang masih sangat minim. Anggaran berbasis akreditasi masih sekedar jargon. Pada tingkatan fakultas, mendaratkan kegiatan sampai pada output laporan, berita, dokumentasi digital, buku ber-ISBN, video, HAKI, teknologi tepat guna, produk yang layak dipasarkan masih sangat jauh.

Banyak dosen negeri menyebut enak swasta bisa lebih fleksibel menggunakan anggaran. Dosen swasta mengatakan enak negeri uang sudah disediakan pemerintah. Kalau saya berpendapat bukan hanya masalah anggaran, idenya mau apa? mendaratkannya bagaimana? Capaian outputnya apa saja?

Banyak mahasiswa konsul ke saya KKL terkendala biaya. Saya konsultasi ke Warek Bidang I, beliau mengatakan harus ada alternatif lain yang lebih punya dampak ke akreditasi program studi. Bagi saya pribadi, satu minggu KKL tentu sulit memenuhi bagian standar borang yang jelas berat itu. Apalagi kalau mahasiswa sendiri hanya bermotif jalan-jalan saja. Kampus harus merumuskan jalan riset dan pengabdian yang murah tapi berdampak bagi perubahan sosial. Misal dalam waktu satu minggu kita akan melakukan apa di sebuah komunitas? Jika dalam bentuk laporan tulisan, kita akan menulis apa di sebuah kelompok atau komunitas kreatif. Tentu bukan menulis soal jalan-jalan di pantai.

KKL harus menimbang capaian luaran akreditasi. Jika tidak mengikuti system tersebut, maka dengan sendirinya akan tertatih-tatih mengerjakan borang dengan metode bohong dan ngarang. Semua anggaran harus mengarah ke capaian tri dharma tersebut. Tidak ada lagi alasan tidak ada dana jika akan mengikuti konferensi, tidak ada alasan tidak ada dana untuk membuat kampung pengabdian. Tidak ada lagi alasan untuk tidak mendukung pengembangan teknologi terapan, temuan produk dan semua hal yang sudah ditentukan oleh 9 kriteria.

Fakultas harus memberi support prodi, dan penting memetakan iklim ilmiah. Menghargai mahasiswa yang menulis di koran, jurnal bereputasi, memberi pelatihan penulisan karya ilmiah ke mahasiswa, LPPM memberi dana riset dan pengabdian khusus untuk dosen yang mau kolaborasi dengan mahasiswa. Mengembangkan penemuan produk, memberi pelatihan softskill dan hardskill, sampai mengirim mereka ke forum-forum internasional.

Perguruan Tinggi dimanapun sama targetnya. Tapi yang membedakan maju atau tidaknya perguruan tinggi adalah penghargaan pada ide dan kebaruan gagasan. Jadi jangan heran jika kampus rendah akreditasi, karena dinamika pemikiran tidak hadir, yang ada adalah ritual menghabiskan anggaran, rendah capaian akreditaso atau hanya orientasi material sesaat.

Dharma Setyawan.
Kaprodi S-1 Ekonomi Syariah IAIN Metro.